Karya ini menggambarkan lanskap pasca-konflik, di mana ketenangan yang dijanjikan hanya menyelimuti permukaan luka yang belum sembuh. Ledakan warna merah dan kuning yang mengintip dari balik lapisan abu-abu menjadi simbol trauma dan ingatan kekerasan yang terus merembes, meski perang telah usai. Judulnya mengandung ironi: seolah suara lembut menenangkan kekasih, namun sebenarnya menyiratkan bahwa bekas-bekas perang—baik secara pribadi maupun kolektif—tidak pernah benar-benar hilang.